Monday, January 29, 2007

[.. Catatan kecil ..]

Allah tak pernah menjanjikan bahwa langit akan selamanya berwarna biru, bahwa bunga akan selamanya mekar kea rah tertentu. Bahwa matahari akan selalu bersinar tanpa hujan. Bahwa kesenangan akan datang tanpa kesedihan, bahwa kedamaian akan datang tanpa penderitaan.

Tapi Allah berjanji akan kekuatan yang datang tiap hari, istirahat bagi yang telah bekerja, cahaya bagi yang berjalan di jalan-Nya. Kebahagiaan yang akan datang setelah banyaknya cobaan. Bantuan dan pertolongan yang datang terus-menerus. Dia akan terus mengasihi tanpa henti. Cinta-Nya akan selalu kekal abadi

Ya Allah ...

Izinkan aku tertawa lagi,
Namun jangan biarkan aku lupa bahwa aku juga pernah menangis…

[catatan kecil habis 'main' hujan-hujan seharian]

Sumber kekuatan di malam hari

Saudaraku…

Kapankah wajah-wajah kita memancarkan cahaya yang berseri-seri…
Sehingga kilat sujud tampak memancar dari dahi-dahi yang setiap saat sujud mencium bumi, sebagai tanda totalitas ketundukan pada segala ke-Maha-an Nya…

Bisakah mata kita memancarkan kerinduan yang sangat dalam akan wajah Sang Maha Rahman…
Mata yang senantiasa mengalirkan tetesan air, dalam munajat panjang di penghujung malam. Saat manusia lain terlena dalam tidur panjang dalam pelukan lembut selimut hangat…
Mata yang senantiasa terjaga karena keyakinan akan cahaya kekuatan di balik kegelapan yang menghampar…yang dengan rahimnya telah melahirkan banyak manusia-manusia agung pencatat sejarah kegemilangan…

Di sinilah…di dalam hamparan sepertiga akhir malam, cahaya syurga menyelimuti hati mereka yang mengisinya dengan berdiri, rukuk dan sujud. Bersimpuh di hadapan-Nya, menuturkan semua kesah yang singgah di dahan-dahan kesadaran. Mengasah hati nurani, agar senantiasa peka, bersinar dengan cahaya ma’rifat.

Tiga ikatan setan laknatuLlah terlepas, tak kuasa menahan mereka untuk tetap larut dalam alam mimpi. Jiwa terbang tinggi ke puncak keagungan, mengetuk pintu Sang Penguasa Alam Semesta, yang turun ke tingkatan langit terbawah, langit dunia. Sambil menyeru’ Dimanakah mereka yang berdoa kepada-Ku, pasti akan Ku-kabulkan. Dimanakah mereka yang meminta kepada-Ku, niscaya akan kuberi. Dan dimanakah mereka yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya akan Ku-ampuni’.

Saudaraku…

Inilah salah satu saat-saat terindah, di mana kita bisa berdialog dengan Sang Kekasih. Dalam keheningan panjang yang menentramkan. Bertasbih bersama semua makhluk alam lainnya, memuja Kebesaran-Nya. Menangisi kelemahan diri yang masih saja terseret oleh arus dunia fana.

Cukuplah sabda Sang Junjungan, RasuluLlah Muhammad SAW. “Bahwa mata yang tak akan tersentuh api neraka adalah mata yang ribath (berjaga-jaga) di batas tapal negeri untuk menghadapi serangan musuh, dan mata yang senantiasa menangis karena takut akan kepada Allah SWT akan dosa-dosa”. Maka Allah SWT akan membalas dan menyelamatkannya dari neraka, sebab air mata yang mengalir yang lahir dari getar yang teramat dalam, dari hati yang rindu pada wajah-Nya Yang Abadi.

Saudaraku…

Adakah yang lebih indah di sepertiga malam akhir, selain sujud di hadapan-Nya dengan bercucuran air mata?

Tuesday, January 23, 2007

Renungan Hidup

Seperti daun, suatu ketika akan tiba waktunya untuk gugur, jatuh ke tanah dan kembali bersatu dengan ALAM…
Ketika aku lahir, semua orang berbahagia. Telah hadir penyejuk hati ke dunia…
Lalu aku tumbuh menjadi bayi yang lucu. Semua orang bergembira melihatku. Ayah dan Ibu memberikan kasih sayang yang sangat besar.
Aku dirawat, dijaga, dilindungi, dan dibesarkan dalam timangan cinta…
Terimakasih ayah dan bunda…

Usiaku terus bertambah, menjadi kanak-kanak yang pandai. Masa kecil yang sangat indah, semuanya ada…
Juga sahabat-sahabat kecil teman berbagi ceria…
Tiada hari tanpa ceria…
Tak ada duka dan rasa sedih,
Semua berlalu dalam dunia penuh tawa…

Dan aku tak pernah tahu, bahkan tak pernah peduli,bahwa dibagian bumi yang lain ribuan bayi berjuang untuk mempertahankan hidupnya.
Sementara aku, hidup dalam kecukupan, rasa aman, damai dan ketenangan…
Bahkan jutaan anak-anak seusiaku harus merasakan panasnya timah panas orang-orang yang serakah…
Sementara aku, tertawa-tawa dan bercanda riang dengan teman sekolah
Hari-hari mereka adalah tangis…
Semantara aku, hari-hariku adalah tawa…
Bahkan para Ibu, harus mengalirkan air mata cintanya untuk melepas sang buah hati…
Sementara Ibuku, menjadi teman bermain sekaligus pemberi kasih sayang yang tak ada batasnya…

Mereka melalui hari-hari kejam dengan merangkak…
Sementara aku… lebih dari cukup, aku mampu berlari
Hingga akhirnya, aku kelak tumbuh menjadi dewasa…
Menjadi pemuda yang kuat!
Dengan kesempurnaan fisik yang diberikan Allah…
Berjuang menapaki jalan hidup yang terjal…
Dan aku tahu, semua itu tidak MUDAH
Hingga akhirnya, tercapai sudah cita-cita…

Namun…
Tak Ada Gading yang Tak Retak
Setiap yang hidup, pasti ada usianya,
Lalu akhirnya MATI
Ketika SAKARATUL MAUT sudah menjemput, dan NYAWA telah tersedak di ujung tenggorokan…
SUDAH SIAPKAH KITA?
Menghadapi saat yang paling menyakitkan…
Ketika IZRAIL Pencabut NYAWA dengan kasar menarik RUH dari JASAD

Lalu ia DISHALATKAN untuk TERAKHIR kalinya…

Dan berangkatlah sang JAZAD yang penuh DOSA kembali menghadap Allah…
Mempertanggungjawabkan semua yang dilakukan di Dunia
Jazad yang TERBUJUR KAKU… akan segera berhadapan dengan MUNKAR – NAKIR sang EKSEKUTOR
Dalam LIANG LAHAT yang dingin, sepi, dan SENDIRI…
Pergi UNTUK SELAMANYA…
Ditemani amal dan dosa, sebagai buah dari pekerjaan selama HIDUP…
Meninggalkan SANAK KELUARGA, HARTA, JABATAN, dan KEHORMATAN…

TERKUBUR untuk selamanya

Hanya air mata, yang mengiringi kepergiannya,
Selanjutanya, perjalanan panjang menuju NEGERI AKHIRAT…
Saat Allah meminta pertanggungjawaban setiap HAMBA…

LALU DITANYAKAN
Usiamu untuk apa ia kau gunakan?
Hartamu dari mana kau dapatkan dan kemana kau gunakan?
Ilmu mu kemana kau manfaatkan?

SUDAH SIAPKAH KITA MENJAWABNYA?

Thursday, January 18, 2007

Mimpi yang terwariskan

Kembali, berhentilah sejenak, kita buka kembali lembaran sejarah yang telah ditulis manusia-manusia agung, para pendahulu kita. Assabiqunal Awwalun. Lihatlah, bagaimana mereka menyaksikan langsung peradaban Persia dengan segala macam kenikmatan, kemakmuan dan kemegahannya. Mereka melihat keelokan Istana Kisra (Kaisar Persia) yang artistik. Namun, bagi mereka semua itu tidaklah dapat disamakan dengan batang kurma yang dijadikan sebagai tiang penyangga Masjid Nabawi, atau pelepah kurma yang menjadi atapnya. Yang tiap kali hujan turun, tak mampu menghalanginya untuk membasahi tanah tempat sujud mereka. Menyisakan tempelan tanah basah di dahi mereka yang sujud, mengagungkan Rabb Semesta Alam...

Mereka melihat berbagai atribut penampilan Persia yang memiliki kekuatan luar biasa. Namun, bagi mereka itu tidak sebanding dengan mantel lusuh yang menyelimuti pundak-pundak mereka kala bertarung dengan hawa dingin padang pasir, saat munajat tengah malam mengadu di hadapan Sang Rahman. Ataukah pakaian teramat sederhana yang setia menemani hari-hari dalam perjuangan di jalan-Nya. Mereka melihat kekayaan persia yang gemerlapan. Namun mereka memandangnya tidaklah sebanding dengan segenggam gandum hasil kerja ikhlas mereka. Yang cukup sekedar menegakkan punggung untuk kembali bekerja mempertahankan kehormatan agama, diri dan keluarganya.

Mereka melihat buku-buku karangan bangsa Persia yang berisi berbagai macam ilmu pengetahua, sastra indah dan syair-syair yang menggugah. Namun, semua itu dalam pandangan seorang muslim yang hanif tidaklah dapat disamakan atau disetarakan dengan kata-kata yang ia dengar dari seorang seperti Umar Ibnul Khattab r.a. Apa lagi disandingkan dengan keagungan dan ketinggian Al-Qur'an mulia yang suci.

Mengapa...
Apa yang ada dalam diri mereka, sehingga menghasilkan kekuatan dahsyat yang menggemakan eksistensi mereka dalam keabadian sejarah?

Ada keunikan disana, yang menghiasi pribadi mereka. Bersenyawa dengan keluhuran budi yang menghiasi jiwa dan ruhnya. Mereka meyakini bahwa Risalah mereka berhubungan dengan lorong-lorong langit. Dan bahwa dengan ini, mereka yang akan menjadi pemimpin di bumi, menguasai dunia dan semua yang ada di atasnya dengan cahaya keadilan. Mereka bangga dengan kesempurnaan Islam di antara sistem-sistem hidup lainnya. Meyakininya sebagai aturan yang integral, menyatukan semua yang dikehendaki berupa aspek dunia akhirat. Menancapkan dalam ruh, bahwa mereka adalah manusia yang paling tinggi, mulia, dan utama selagi berpegang teguh pada manhaj Ilahiyah (Ketuhanan). Al-Qur'an telah mencabut habis kata putus asa dalam hati mereka, dengan kebenaran akan janji kemenangan pastilah kesudahannya milik mereka yang beriman.

SubhanaLlah, inilah sedikit dari rahasia kemenangan mereka wahai saudaraku, prajurit kebenaran. Inilah rahasia generasi pertama yang perkasa di masa lalu, yang diwariskan kepada kita untuk meneruskan estafet kejayaan sejarah mereka. Mereka telah membuktikannya dalam kehidupan, tercatat dalam kitab alami sejarah. Menjadi nilai yang mereka tabung untuk kehidupan setelah mati di akhirat sana.

Sekarang...
Giliran kita yang menapaki kerasnya realitas kehidupan. Dengan segenap kelemahan diri, akankah kita larut dalam timbangan dunia yang melenakan? Masihkah ada alternatif lain, setelah Allah SWT menawarkan kepada kita kriteria keunggulan? Saatnya bagi kita membuktikan komitmen keislaman yang telah terpatri di sanubari dan mulut kita kala ruh ditiupkan pertama kali sewaktu jasad kita masih meringkuk dalam rahim sang bunda. Saatnya bagi kita menjawab tantangan zaman. Akankah bermuara pada kesuksesan dan dihimpun dalam barisan generasi mulia sebelumnya. Ataukah kita hanya akan tersisih dari garis tersebut dan berada di pojokan sejarah lain sebagai sampah yang tak memiliki nilai sama sekali!

Monday, January 15, 2007

Bila Hati Rindu Menikah (part 7)

Ilahi Rabbi...
Wahai Dzat Yang Menguasai Setiap Hati
Jika memang dia bukan bagian dari tulang rusuk hamba
jangan biarkan hati ini merindukan kehadirannya
bantu hamba agar tidak memasukkan dia ke dalam pikiran dan hati hamba
tundukkanlah pesonanya dari pelupuk mata hamba
jangan biarkan ia mengukir dirinya di sudut hati hamba
gantilah kerinduan dan keinginan yang membelenggu ini dengan kasih sayangMu
yang murni dan meliputi semua makna dalam Ar Rahim-Mu
bantu hamba agar dapat mengasihinya sebagai saudara seiman yang diikat tali ukhuwah

namun
jika Engkau Wahai Yang Maha Rahman...
memang menciptakannya buat hamba
tolong, satukan hati kami
Bantu hamba untuk mencintainya
tanpa melebihi cinta hamba kepada-Mu, Rasul Mulia-Mu dan Jihad di Jalan-Mu
Anugerahkan hamba kesabaran, niat tulus dan kebulatan tekad
untuk memenangkan hatinya
Selimuti juga dirinya dengan kasih sayang-Mu yang Maha Luas
Agar mampu mengerti dan menerima hamba
Belajar saling melengkapi kekurangan, dan bertahan dalam kebaikan
Tumbuhkan keyakinan bahwa kami ikhlas berbagi suka dan duka
Semata dalam bingkai harapan akan Ridho-Mu

Wahai Dzat yang mengetahui setiap hati dan pikiran
dengarlah doa hamba
Lepaskan hamba dari keragu-raguan yang menyesatkan
Dan dari bisikan syetan yang memperdayakan
Ya Allah Yang Maha menggenggam setiap Urusan Makhluk
Hamba tahu Engkau senantiasa memberikan yang terbaik
Basuhlah luka dan keraguan yang hamba alami
Ajari hamba agar makin dekat kepada cinta-Mu
Tuntun langkah hamba menuju cahaya-Mu yang Abadi
Ajarkan hamba kesabaran dan kesetian kepada syariat-Mu
Selama masa penantian ini
sampai saat yang Engkau tetapkan tiba waktunya

Ilahi
Tidak ada yang bisa menghalangi Iradah-Mu
Kabulkan doa hamba...
Allahumma Amiin.

Friday, January 12, 2007

wanita yang memilih syurga

Kata apakah yang tercipta saat iman telah mendominasi dan bersemi indah di ladang hati? Keajaiban! Tak ada lagi tempat untuk dunia semu yang melenakan bertengger di dahan kesuciannya. Tumbuh kokoh, subur dengan siraman cahaya mahabbah ilaLlah (kecintaan pada Ilahi). Menjulang ke langit harapan dengan puncak kerinduan akan syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Menembus langit bumi, mengetuk pintu langit. Mengucapkan salam kerinduan pada janji Sang Maha Rahman akan kesempatan menatap langsung wajah-Nya yang Maha Indah.

Usianya masih muda. Menurut hitungan kebanyakan kita. Sekitar 22 tahun. Namun ketegaran kata yang menjelma menjadi keputusannya jauh melampaui kedewasaan umurnya. Keteladanan yang dilakoninya, membungkam mulut sejarah para pemuja keindahan fisik. Bahwa tampilan luar bukanlah segalanya. Karena sejatinya, isilah yang menjadi parameter keabadian sejarah dan keagungan hidup.

Maka, ketika disodorkan dihadapannya biodata seorang ikhwan (laki-laki) yang akan datang untuk ta’aruf dan meminang, dengan keikhlasan istikharah, mulutnya berucap ‘IYA! dengan ketegasan. Mungkin kita bisa berkata ‘Ah, kalau masalahnya sekedar itu, apa susahnya sih! Semua orang juga bisa!’. Tapi bagaimana jika ikhwan (laki-laki) yang datang itu umurnya sudah 40-an tahun? Ditambah lagi dengan kondisi fisiknya yang tidak sempurna? Ya, untuk berjalan, ia membutuhkan bantuan tongkat. Sebab kakinya kecil sebelah! Masihkah kita pun akan berkata ‘IYA?’

SubhanaLlah, Maha Suci Allah yang telah menciptakan wanita tegar nan shalihah. Penerus madrasah generasi shahabiyah terdahulu yang diberkahi Allah SWT. Ketika keluarga yang mengasuhnya sejak kecil meninggikan suara lantaran emosi dunia yang dikangkangi nafsu dengan ucapan ‘Tidak adakah laki-laki normal yang bisa kau dapatkan!’, dengan ketenangan yang mengagumkan, ia hanya berucap ‘saya menikah karena Allah, bukan karena yang lain!’. Ia menerima sang lelaki karena mengetahui akan visi akhiratnya. Yang menyerahkan hati dan cita-citanya semata untuk meraih keridhoan Allah SWT. Maka bagi sang wanita, tidak ada cela untuk menolak pinangan lelaki yang demikian.

Salimul Aqidah (aqidah yang bersih) yang dihamparkannya, mengiringi keyakinannya akan sabda al ma’shum Rasul SAW. ‘Jika datang pinangan seorang lelaki yang baik agamanya, maka terimalah. Sebab jika tidak, maka fitnah besar akan muncul di bumi’. Sungguh, keputusan tegas yang lahir dari lisanmu, wahai saudariku, telah membuat diri malu akan masih seringnya mata ini tertipu gemerlap dunia dengan segala atributnya. Kematangan ideologi yang kau lakonkan menghantam telak ego kemanusiaanku yang tak ada apa-apanya.

Ilahi, bantu diri ini memahami hakikat kehidupan yang sesungguhnya. Karuniai kami dengan pemahaman dan keteguhan iman dan keyakinan, seperti yang telah Engkau karuniakan kepada salah satu saudari kami, yang insya Allah melangsungkan walimahannya tanggal 18 januari 2007. BarakaLlahu laka, wa baraka alaika. Wa jama’a bainakuma fii khair. Semoga, Allah memilihmu sebagai salah satu dari barisan sebaik-baik perhiasan dunia.

Wednesday, January 10, 2007

Ada yang indah, saat berusaha bertahan dalam kebaikan

Allah…bantu hamba tetap bertahan. Hamba sadar, tidak ada daya dan kekuatan selain pertolongan-Mu. Hamba tidak tahu, perasaan apa ini. Rasa yang tiba-tiba saja hadir, menyeruak masuk ke rongga dada hamba, mengisi semua relung kosong yang tersisa, memenuhinya dengan perasaan yang…entah…aku tak tahu bagaimana melukiskannya. Rasa yang membuat mata hamba seketika mengalirkan bening air, lepas, tanpa halangan. Tak kuasa mengangkat kepala, tertunduk menatap bumi. Makin menderaskan butiran bening yang makin banyak mengalir keluar dari indera penglihatan hamba.

Sedih, memang perasaan itu yang mungkin hinggap. Namun bukan kesedihan yang memanjakan dan menyakitkan jiwa. Sungguh, sebab mengalirnya butiran bening itu malah menentramkan hati hamba. Menyegarkan lorong jiwa hamba yang sempit, melapangkannya dengan sejuta rasa yang hadir. Menyentak kesadaran hamba, akan makna eksistensi-Mu di semesta raya ini.

Sampai hari ini, Engkau masih memilih hamba untuk menapak jalan perbaikan bersama para pengusung setia janji peradaban. Masih memilih hamba, untuk menyerukan kebenaran risalah-Mu ke manusia yang hamba temui. Berbagi perbaikan dalam kehangatan diskusi yang menghidupkan. Beranjak, dari perbaikan yang satu menuju anasir perbaikan lain yang lebih baik.

Padahal… Siapalah diri ini ya.. Robbana. Yang terkadang masih saja sombong berjalan di bumi yang semuanya tidak lebih berharga bagi-Mu dibanding selembar sayap nyamuk sekalipun? Berbangga dengan atribut kemewahan semu, yang tak ada jaminan sama sekali untuk menjadi pelita di kegelapan hari perhitungan amal kelak. Hamba masih kotor ya Allah… masih berselimut kabut tebal dosa, yang tetap mencoba menggiring jiwa dan hati menuju jalan yang tak pernah sekalipun Engkau ridhoi. Masih terlalu banyak kesalahan yang menjadi pakaian keseharian hamba. Jiwa kadang masih larut, merenda maksiat yang luput dari pandangan makhluk-Mu.

Wahai Yang Maha Rahman, segala puji bagi-Mu. Pujian yang meliputi semua makna keagungan yang melekat dalam Asma-Mu. Akan lautan luas ampunan dan kasih sayang-Mu yang tak terbatas. Hanya kepada-Mu hati ini menggunungkan harapan. Harapan agar tetap tsiqoh dalam berjalan di bingkai kehidupan yang telah Engkau atur dengan keadilan syariat-Mu. Harapan akan keberkahan umur dan amal yang mengiringinya agar abadi dalam keikhlasan yang membuahkan syurga-Mu. Sebab, jika bukan kepada-Mu kami memohon, kemana lagi kami harus menengadahkan tangan berdoa? Sementara semesta raya ini, semua adalah milik-Mu… Kami makan dari rezeki-Mu… Kami hidup karena karunia kasih sayang-Mu… Bumi tempat kami berpijak adalah ciptaan-Mu…

Allah…izinkan hamba tetap menjadi tamu-Mu, yang tiap kali mengetuk pintu-Mu selalu Engkau sambut dengan senyum kegembiraan. Bukan dengan murka-Mu yang Maha Dahsyat. Wahai Yang Maha Rahim, Engkaulah puncak segala harap.

nb: catatan pinggir pasca ngisi materi Ukhuwah Islamiyah di LT 5 Fakultas Kedokteran UNHAS.

Saturday, January 6, 2007

dan langitpun menangis

Padang luas bernama bumi masih mengepulkan aroma pertarungan. Pertarungan dalam hakikat yang sebenarnya. Bukan semata konflik senjata dan kepentingan. Namun di atas semua itu, ideology yang menjadi raja penggerak. Menyisakan aroma wangi kematian yang menjemput ruh suci para syuhada. Utuh, ataukah tercabik. Di antara asesoris perlengkapan perang, pedang dan tameng yang pecah, patahan anak panah, sampai selongsongan peluru dan pecahan granat. Darah sucinya tumpah mengalir, menyirami bumi. Menyuburkannya untuk menumbuhkan generasi baru mujahid muda penerus panji risalah perjuangan. Kelahiran abadi, sampai tidak ada lagi fitnah di muka bumi, dan semua dien/millah/ agama hanya milih Al-Aziz semata, bisa dengan lantang diserukan.

Tubuh kaku mereka tergeletak sempurna. Tanpa daya dalam pandangan mata dunia. Namun, pantulan semangat perjuangan yang terpancar, akan terlihat dari kedalaman mata nurani manusia yang masih menjaga fitrah kesadarannya. Senyum yang terukir di lekukan bibirnya, melukiskan akhir kehidupan yang bahagia dalam kedamaian. Aroma wangi menyeruak, menyebar dalam pertalian udara sahara yang berubah sejuk. Awan menyatu, melindungi tubuh mulianya dari hantaman matahari panas. Perlahan, langit menurunkan berkah pencipta-Nya lewat curahan titik-titik air hujan. Suci. Mensucikan jasad dan ruh yang juga suci dengan kebeningan air syurga yang belum terjamah golongan makhluk manapun.

Mereka ada, nyata. Ikut berotasi dengan perputaran zaman. Sosok-sosok yang telah memahat arti hidup dalam sejarah perjalanan pergiliran generasi. Dari Hamzah bin Abdul Muthalib, pendahulu yang bergelar Singa Allah, sampai Al-Muhandis Yahya Ayyash Sang Insinyur. Dari Mu’adz bin Jabal Sang Diplomat dan Komandan Pasukan, sampai Syaikh Ahmad Yasin, penggerak Gerakan Sejati, Intifadhah, dari balik jeruji besi dan kursi roda yang setia menemani perjalanannya. Dari Mushab bin Umair, bangsawan dan idola pemuda di Makkah, sampai Ar-Rantisi yang cerdas dan kharismatik. Dari Sumayyah sang Mujahidah pertama, sampai Ayat Akhrash, mahasiswi pelaku sempurna istisyhadiyah (bom syahid).

Rentetan prosa panjang sejarah telah menorehkan banyak nama. Visi hidup mereka sama. Syurga dengan keridhoan Allah SWT semata. Hanya zaman tempat mereka berkarya yang terpisah. Mereka, dengan ideology yang mencakup semua makna gerakannya, telah memilih untuk berbeda. Menyerahkan semua harta, jiwa dan raganya untuk menjadi manusia-manusia langit. Ya, mereka telah menjelma menjadi manusia langit. Mengangkasa dengan segala keagungan dan kemuliaan. Bukan lagi manusia bumi yang tenggelam dalam pilihan maksiat dosa yang melenakan dan menenggelamkan dalam kebinasaan yang menghinakan. Maka Sang Maha Rahman pun menunjukkan Kasih Sayang-Nya. LANGIT MENANGIS UNTUK KEMATIAN DAN KESYAHIDAN MEREKA.

Diriku masih di sini. Mematung di sisa-sisa pagi. Menatap perjalanan mentari yang tetap berevolusi. Mencoba bergabung dengan barisan kafilah pembangun peradaban. Untuk bersama belajar dan beraksi merealisasikan makna penciptaan diri. Menyusuri jejak syuhada yang telah beristirahat, dinantikan keteduhan istana, kelembutan bidadari, dan kesegaran yang tak ada lagi kehausan setelahnya. Dengan puncak harapan, doa dan istikharah menapaki jejak peninggalan sang syahid agar dapat menjadi bagian dalam barisan yang RasuluLlah SAW sendiri menjadi pembawa panji-panjinya. Meski terseok, langkah harus tetap terayun.

Ah…apakah langit akan menangisi juga kepergianku nanti? Dengan tangisan yang sama dengan kesyahidan manusia-manusia langit? Semoga. Kabulkan ya…Robbana.

Wednesday, January 3, 2007

Kematian, masihkah kita mengingatnya?

Beginilah uniknya peristiwa yang bernama kematian. Saat datang menyambangi manusia, ia tak pernah memberi kabar sebelumnya. Pun ketika beranjak pergi, tak pernah meminta izin. Sungguh, ia sangat dekat dengan kita. Meskipun kita tak pernah tahu, ada di mana sosoknya. Walaupun, sejatinya sayap-sayapnya telah terbentang di atas kita, tinggal menunggu putaran waktu, untuk menurunkan tirainya menyelimuti ruh, untuk kemudian memisahkannya dengan jasad kasar kita. Disadari atau tidak, demikianlah adanya.Terhenyak, kaget. Mungkin ini ekspresi kebanyakan manusia ketika keluarga, sahabat dekat atau yang tercinta tiba-tiba saja sudah dipanggil oleh maut. Memisahkan sejuta angan dan impian, yang belum sempat terwujud. Seperti mimpi,yang berjalan di ambang batas kesadaran dan tepi jaga.

Kebanyakan kita merasa takut, menghindari percakapan dan diskusi tentang kematian. Membayangkannya saja sudah menghadirkan berjuta sensasi menyeramkan dalam lintasan angan kita. Mengapa? Karena kita masih buta akan makna dan hakikatnya. Ia semata bukanlah berhentinya aliran darah yang dipompa oleh detakan jantung. Atau tidak berfungsinya organ paru-paru untuk supply oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Kita bingung, kemana kita setelahnya. Apakah cukup hidup sampai di sini, saat tulang-belulang hancur digerus tanah dan dilumat oleh cacing dan serangga tanah lainnya? Bagaimana dengan kegelapan alam kubur, yang menyisakan diri kita, sepi dalam kesendirian? Semuanya masih kabur dalam rongga hati, kepala dan pikiran sempit kita.

Namun sahabat, kematian sebenarnya bukanlah untuk ditakuti. Namun, jadikanlah ia sebagai nasehat untuk sebuah persiapan akan bekal perjalanan panjang, yang akan dilalui nantinya. Saat di mana harta kekayaan, kedudukan, pangkat, jabatan, rumah mewah, kekasih dan semua atribut dunia tidak lagi bermanfaat selain yang ikhlas dihijrahkan untuk jalan-Nya. Kecuali amal ibadah, ilmu yang bermanfaat, dan sadaqah jariyah yang setia. Menjadi penerang dalam kegelapan kubur. Menjadi teman setia bercengkrama dalam kesunyian bawah tanah. Menjadi sahabat berbagi cerita sambil menunggu peristiwa kematian akbar, KIAMAT. Di sini, di rumah baru kita yang berdiri tegak di atasnya sesuatu yang bernama NISAN KEMATIAN.

Hakikat kehidupan, adalah perjalanan kembali menuju Allah SWT. Perjalanan singkat, namun banyak melenakan kita, insan dunia fana. Terjebak dalam gemerlapannya, dan melupakan tujuan akhir dari perjalanan ini. Semata, kita hanyalah singgah sejenak, meluruskan kaki dari kepenatan, menyandarkan kepala memulihkan tenaga untuk kembali melangkah. Mempersiapkan bekal baru, untuk kehausan yang takkan tersegarkan selain kejernihan air di telaga Al-Kautsar, hadiah untuk RasuluLlah SAW,yang dibagi ke kita, ummatnya yang setia berjalan dalam manhaj risalah-Nya.

Sahabat, bagaimana dengan persiapan kita menyambutnya? Bukankah ia pun pasti akan bertamu, mengetuk pintu nyawa kita? Rasul SAW yang mulia telah mengingatkan kita, bahwa orang yang cerdas adalah yang paling banyak mengingat tentang kematian, dan mempersiapkan bekal untuk perjalanan yang panjang peristiwanya. Sudahkah perbekalan untuk perjalanan itu disiapkan?

Senantiasa, terucap di bibir kita. Atau terangkai dalam bait doa, akan kerinduan bertemu Sang Kekasih, ALLAH Azza wa Jalla. Di manakah pintunya? Hanya kematian yang akan merealisasikannya. di sinilah satu makna dan hakikat kematian. Meskipun, jangan pernah meminta mati, apalagi untuk alasan dan hal yang sia-sia. Hanya saja, Mari, berbekal bersama. Untuk hari yang sudah pasti. Sungguh, kematian adalah muara setiap manusia.

nb: nasehat untuk diri sendiri, saat kematian 2 sahabat seaqidah, teman belajar, berdiskusi tentang berbagai proyek kebangkitan ummat. Semangat dan impian muliamu tak akan berhenti sampai disini. Ia akan senantiasa terwariskan. Selamat jalan mujahid, semoga syurga yang selalu kau rindukan, menyambut ruh sucimu dengan istana hijau dan kelembutan tangan bidadarinya.

Idul Adha; Kita dan Mereka

Ucapan riang selamat idul adha menghiasi langit-langit rumah yang sejuk dengan hembusan AC atau putaran kipas angin yang terpasang kokoh di dinding dengan pantulan indah warna cat tembok yang makin menambah asri suasana ruang yang menjadi miniatur istana kita. Tegur sapa dan senyum manis berbalut kebahagiaan terlukis sempurna di lekukan bibir tiap anggota keluarga. Saling bersalaman, berangkulan hangat sesama saudara dan kerabat keluarga. Memaafkan, dengan azzam kebersamaan yang terikat dengan pertalian darah dan pertemanan. Di sini, di lingkungan kita.

Rintihan pilu kesakitan dan kesedihan mengangkasa di langit semesta. Menguap keluar dari tenda lusuh kumuh yang berbaris berdempetan di kamp-kamp Tepi Barat, RamaLlah, Hebron, Sabra-Syatila, dan perbatasan tanah negara tetangga. Panas sahara makin terpanggang oleh mentari sesiangan yang memancarkan sinar ke padang pasir berbatu yang kering. Mereka saling menatap dalam kebisuan. Hanya dzikruLlah dan keyakinan akan NashruLlah yang tetap setia mengalir dari bibir mereka. Saling menguatkan, untuk janji abadi yang menjadi sunnatuLlah kebangkitan menuju kejayaan. Di sana, di belahan bumi islam lain.

Denting gelas berisi beraneka minuman dingin pelepas dahaga berjejer rapi di tepi-tepi meja di ruangan tamu dan keluarga kita. Di sertai dengan piring berisi kue enak plus beras dan daging qurban yang telah diracik menjadi beraneka ragam makanan dengan nama asing. Duduk bersama, menikmati di sela-sela tontonan lewat kotak ajaib yang juga menayangkan jenis acara yang sama. Anak-anak berlari gembira dengan tangan kanan memegang coklat dan mulut masih berlepotan sisa es krim. Di sini, di rumah kita.

Deru pesawat pemburu membelah angkasa. Menebar aroma maut di hati para pengungsi yang tetap tsiqoh memegang ideology keyakinannya. Rentetan peluru dan ledakan granat menjadi menu utama harian, sama seperti sebelum-sebelumnya. Jangan bermimpi mendapati minuman dingin yang menyegarkan tenggorokan di panas sahara, atau makanan pengganjal perut yang bergizi. Sebotol air mineral hasil rebutan dengan berjuta manusia, serta sepotong roti keras sisa kemarin sudah menjadi mewah untuk dikonsumsi. Hanya kesungguhan dan tekad kuat yang akan disapati di wajah dan tangan anak-anak di sana. Dengan puncak kegeraman yang menghiasi diam bibir mereka. Di sana, di negeri muslim yang bertarung untuk eksistensi.

Idul Qurban dengan makna pengorbanan sejati, apakah yang disisakannya di hati kita?

Kado Awal Tahun

Jaringan Internet keluar wilayah asia terputus.
Kapal Laut senapati tenggelam
Adam Air Kecelakaan
Makassar 'dikunjungi' banjir dan angin kencang

Adakah solusi lain selain taubat nasional?

Penggalan masa lalu

kita pernah saling berbuat salah
Dan kita belajar bersama saling memaafkan
masihkah kau menyimpan dendam,
menyisakan benci dan kemarahan,
di sudut terkecil dari perasaanmu?

Maaf...