Sunday, December 28, 2008

bila hati rindu menikah [part 10] : catatan pertama untuk calon istriku...

Ajari diriku tentang sunnah Rasul SAW, yang menempatkan indah ukhuwah sebagai ikatan kuat yang menyatukan! Segarkan, ceritakan lagi pada diriku tentang perjalanan syuhada, manusia langit yang berderap di bumi! Tentang semua kegembiraan, kebahagiaan, kemuliaan yang membersamainya ketika hidup dalam medan juang kesyahidan!


Sebab, merekalah pembela agama, penegak benteng-benteng izzah kehormatan risalah ini. Jiwa raga digadaikan, dalam akad jual beli yang paling mahal. Akad dengan Rabb Semesta Alam, dengan syurga sebagai harganya. Dalam barisan panjang kafilah syuhada, untuk menjemput cinta Ilahi.


Wahai diri. Engkaulah generasi Shalahuddin Al-Ayyubi! Sadarkah dirimu dengan hakikat Ribathul Ukhuwah yang selalu terlantun dalam doa rabithah pagi soremu? Dan engkau, jadilah Mujahidah Al-Khansa di abad modern ini. Pendidik generasi penerus cita dan risalah para Nabi.


Jasad-jasad wangi mereka telah tertelan bumi, untuk nilai kebenaran yang terbela. Namun mereka tidaklah mati. Tidak sama sekali! Mereka hidup penuh senyum kedamaian, di sisi Tuhan dalam taman-taman syurga.


Ingatkah engkau dengan azzam/tekad yang telah berbilang umur. Untuk mewujudkan cita harapan akan sebuah impian mulia. Sadarkah dirimu memandu jiwa menuju padang luas tak bertepi, syahid dambaan!


Ajari aku, beritakan padaku,kuatkan azzam ini kembali... ... ...goreskan cita sebagai pembela agama. Tanpa keraguan, tanpa keraguan, TANPA KERAGUAN!!! Bahwa kematian hakikatnya adalah sebuah PEMBEBASAN!!!


*dalam tangis tanpa suara, kegeraman dan sesak, membaca berita penyerangan Israel La'natuLlah ke jalur Gaza*

Sunday, December 21, 2008

Love U, Mom...



Ibu merupakan kata tersejuk yang dilantunkan oleh bibir - bibir manusia.
Dan “Ibuku” merupakan sebutan terindah.
Kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang memancar dari kedalaman jiwa.

Ibu adalah segalanya. Ibu adalah penegas kita diluka lara, impian kita dalam rengsa, rujukan kita di kala nista.
Ibu adalah mata air cinta, kemuliaan, kebahagiaan dan toleransi. Siapa pun yang kehilangan ibunya, ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasa
merestui dan memberkatinya.

Alam semesta selalu berbincang dalam bahasa ibu. Matahari sebagai ibu bumi yang menyusuinya melalui panasnya.
Matahari tak akan pernah meninggalkan bumi sampai malam merebahkannya dalam lentera ombak, syahdu tembang beburungan dan sesungaian.

Bumi adalah ibu pepohonan dan bebungaan. Bumi menumbuhkan, menjaga dan membesarkannya. Pepohonan
dan bebungaan adalah ibu yang tulus memelihara bebuahan dan bebijian.

Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud.
Penuh cinta dan kedamaian.

--KAHLIL GIBRAN--

Monday, December 1, 2008

Representasi 'kesepian' (bagian 2)

Siang ini, tiba-tiba saja aku ingin menangis. Bukan, bukan karena hujan di luar sana yang membuatku harus berteduh hingga akan telat sampai di tempat tujuan. Juga bukan karena lapar sepagian belum ada yang masuk ke dalam organ pencernaanku. Bukan. Tapi ada buncahan dari dalam yang memaksa mata ini kembali berembun. Tanpa bisa kucegah.


Pertama, entah mengapa pasca menulis 'bila hati rindu menikah [part 9] : Berani menjemput Bidadari' di blogku, bayangan 'kesucian' NabiyuLlah Yusuf a.s yang mampu membentengi diri dari godaan Imraatul Aziis, dan Abu Bakar Al-Misky, pemakai 'baju besi' dari kotoran manusia demi menghindari zina dengan wanita kaya dan cantik, semakin kuat dalam benakku.


Malu. Iya. Sebab diri ini tidak akan bisa menandingi memuliaan mereka. Masih saja harus berjibaku dengan tarikan nafsu dunia yang melenakan. Menang dan kalah silih berganti. Seperti waktu menemani rekan-rekan wartawan meliput diksusi antara buruh dan sekjen salah satu parpol di Qu*** Cafe sampai pukul 3 dinihari kala itu. Sampai sentakan kalimat seorang akhwat yang juga bagian dari tim ini menyadarkanku yang sempat menolehkan kepala ke arah 'kotak ajaib' yang menampilkan para model di atas catwalk.


Kedua, saat mereply email seorang rekan di milis Musholla Adz-Dzarrah Elektro FT-UH. Ingatan pada Palestina menyeruak. Selalu saja menyajikan cinta, empati, sedih, harapan, semangat, geram bahkan marah. Ah, sudah berapa lama aku tak menulis tentang negeri ini. Negeri suci setelah Makkah dan Madinah. bagaimana kabar saudara-saudaraku yang ada di sana... yang tetap tersenyum dengan kilat mata penuh kehidupan dan genggaman tekad pada batu-batu jalanan? Sungguh, aku mencintai kalian. Meski yang kulakukan baru sebatas menyebut dalam do'a dan sedikit coretan dalam catatan di blogku.


Seperti Faiz Abdurrahman, yang pernah bertanya pada bundanya, Helvy Tiana Rosa. 'Apakah cinta memang selalu menyediakan air mata?