Saya hanya bisa diam dengan mata gerimis. Menyaksikan tubuhnya berbaring di kamar ICU pasca operasi. Rabbi, ketentuan-Mu memang terkadang sulit untuk ditebak. Tubuh yang biasanya selalu saya saksikan (di rumah di sinjai sana) tiap pagi setelah sholat subuh dengan lincah menyiram bunga dan menyiangi rumput yang tumbuh di pekarangan depan, atau sore hari selalu tersenyum di teras menyaksikan cucunya berlari-lari dan bermain air di bawah pohon mangga, kini tenang dengan mata terpejam. Hanya gerakan turun naik dari dadanya dengan nafas teraturnya yang kutemui magrib itu, kala izin membesuk masih tersisa 15 menit.
Wednesday, August 15, 2007
lagi, tentang ibu
Wednesday, August 1, 2007
[sepenggal asa] tentang sebuah lakon hidup
Jika sebuah pertanyaan diajukan kepadaku, tentang sebuah profesi yang ingin kukagumi, maka tanpa perlu berpikir panjang akan kujawab ‘dokter’. Sebagian yang mendengarnya pernah tertawa lalu berkata, kalau begitu, mengapa waktu UMPTN kemarin tidak memilih jurusan kedokteran? Aku hanya selalu tersenyum sebagai jawaban. Sebab, aku juga tidak pernah tahu jawabannya, mengapa waktu UMPTN kemarin malah memilih elektro.
Mungkin, bagiku profesi tidak selalu identik dengan cita-cita atau keinginan yang kuat untuk mencapainya. Tapi lebih pada sebuah panggilan hidup. Memang, ada kepuasan dan kebahagiaan tersendiri di sana, jika profesi yang dilakoni sekarang sesuai dengan cita-cita yang telah lama terpatri dalam setiap dahan harapan kita. Namun, tidak selamanya hidup berjalan seperti dengan harapan kan?
Dokter. Selalu saja menjadi salah satu obsesi besar dalam ruang pikiranku. Memandang mereka yang berpakaian putih melintasi lorong-lorong Rumah Sakit, mendekap kamus dan buku-buku tebal di dada mereka, berdiskusi di ruang tunggu atau kantin, menggambarkan atmosfir akademik yang tak pernah padam.
Bahkan, bukan hal yang aneh ketika sebagian besar manusia sangat menaruh harapan besar di pundak mereka akan sesuatu yang mereka sebut ‘hidup’. Sedemikian tinggi peran dan tanggung jawab yang disandangnya bagi kehidupan dan perbaikan, sampai-sampai seorang Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa Ilmu yang wajib dituntut dan dikuasai setelah Ilmu Agama (Syar’i) adalah Ilmu Kedokteran.
Tanpa bermaksud memandang rendah profesi yang lain, memang, dokter dengan beragam spesialisasi yang ada, sedikit banyak memiliki pengaruh dalam perjalanan hidup di bumi ini. Sejak dahulu yang dikenal dengan beragam sebutan. Dari penyembuh, tabib, dan lain-lain. Mereka selalu memiliki tempat terhormat di kalangan masyarakat.
Di atas itu semua, kepeduliannya yang hampir tanpa batas pada kesembuhan dan kesehatan pasiennya juga selalu menjadi hal unik. Beberapa temanku yang telah melakoni profesi ini, selalu mengatakan bahwa ada kegembiraan dan kepuasan yang tak terlukiskan, jika berhasil menangani suatu penyakit tertentu dari diri seorang pasien yang mereka tangani.
Yah...meskipun aku bukan seorang dokter, profesi yang kulakoni sekarang juga memiliki kemiripan dengan mereka. Minimal menjadi salah satu dokter komputer. Atau seperti yang my mother selalu inginkan, agar mencari calon pendamping yang berprofesi sebagai dokter (nah loh...kok larinya ke sini yah,hehehe)