Sunday, February 11, 2007

Cinta Sang Junjungan

Manusia Agung penyebar risalah itu telah tiada. Setelah menebar kehangatan cahaya Islam dengan penuh cinta dan kasih sayang untuk menyelamatkan ummat manusia, Sang junjungan berpulang menghadap Rabbul ‘Izzati, dengan tenang di pangkuan istri tercinta, Ibunda Aisyah r.a.

Dunia menangis. Jangankan para sahabat dan keluarga yang menyertai hari-hari perjuangannya, bahkan dalam riwayat, tongkat dan mimbar yang biasa beliau gunakan saat khutbah jum’at ikut berguncang menandakan kedukaan yang sangat dalam.

Jasadnya memang tidak lagi bersama ummatnya. Namun kecintaan Sang Nabi tak pernah henti. Ingatlah kembali, ucapan lirih dari bibirnya saat Malaikat Maut mencabut ruh dari jasad beliau secara amat sangat perlahan, agar tidak menyakitinya... ... Ummati... ... Ummati... ... Ummati... ...

SubhanaLlah. Suatu ekspresi kecintaan yang tak terbatas. Bahkan saat maut menjemput, yang membebani pikiran Rasul SAW adalah kita semua, ummatnya. Walaupun terkadang yang dicintai tak cukup pandai untuk membalas cintanya. Juga tak pernah sadar kalau hari-hari Rasul SAW senantiasa diisi dengan tangis harapan dan doa untuk keselamatan semua ummatnya.

Kecintaannya dibawa mati. Tak terbatas. Yang akan selalu hadir di setiap masa. Kelak, di padang mahsyar sana, saat tiap pribadi manusia disibukkan dengan urusan masing-masing. Saat malaikat menggiring semua jiwa ke pengadilan Sang Maha Adil. Saat kita dikumpulkan dalam keadaan telanjang dan tanpa alas kaki. Saat matahari yang membakar hanya berjarak sehasta dari atas kepala. Rasa haus mencekik kerongkongan.

Saat itu, cintanya kembali hadir. Dalam telaga sejuk yang menyegarkan. Telaga yang diberikan Allah SWT untuk beliau. Telaga indah yang luas. Hadir dengan nama yang indah pula, Al-Kautsar : Nikmat yang banyak.

Dengarlah sendiri kebenaran sabdanya ‘Telaga itu terdiri dari 4 sudut, memancarkan kilatan cahaya bagai kilatan cahaya bintang. Jarak satu sudut dengan sudut yang lainnya, ditempuh dengan satu bulan perjalanan’. ‘Telaga yang berisi air putih bersih, lebih putih dari susu. Lebih manis dari madu, aromanya lebih harum dari kesturi’ (H.R. Bukhari). ‘Salah satu sudut telaga terdapat satu sumber yang mengalir dari surga, juga sepasang pancuran dari surga. Satu dari emas, satu dari perak (H.R. Muslim)’. ‘Orang yang berhasil meminumnya seteguk saja, tak akan merasakan kehausan lagi selamanya’ (H.R. Tirmidzi)

Telaga itu adalah telaga Rasul SAW, namun beliau dengan penuh kecintaan berbagi dengan ummatnya. Namun mereka yang diberikan izin untuk meminumnya hanyalah ummat beliau yang sempurna keislamannya. Yang tidak berbalik ke belakang (murtad) setelah cahaya kebenaran terhampar terang di hadapannya. Dan mereka yang sepeninggal Rasul SAW tidak mengada-adakan sesuatu yang Rasul SAW tidak lakukan.

Di sana nanti, hanya sedikit dari ummat beliau yang akan meminum air dari telaganya. Kebanyakan manusia, jangankan meminum, mendekatinya saja sudah dilarang.

Saudaraku, di manakah posisi kita nantinya?

Ya Robb, jadikan kami berada dalam barisan manusia yang diizinkan untuk meneguk air dari Al-Kautsar, di hari dimana kehausan tak tertahankan selain yang Engkau ridhoi untuk Engkau beri minum.

No comments:

Post a Comment